Pengadilan
Hubungan Industrial diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI). Dalam UU PPHI dijelaskan bahwa Pengadilan Hubungan
Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan
negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial. Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam UU PPHI. Dalam proses beracara di Pengadilan Hubungan Industrial, pihak-pihak yang berperkara tidak dikenakan biaya termasuk biaya eksekusi yang nilai gugatannya di bawah Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial. Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam UU PPHI. Dalam proses beracara di Pengadilan Hubungan Industrial, pihak-pihak yang berperkara tidak dikenakan biaya termasuk biaya eksekusi yang nilai gugatannya di bawah Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal
56 UU PPHI menyebutkan bahwa Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan
berwenang memeriksa dan memutus :
a.
di tingkat
pertama mengenai perselisihan hak;
b.
di tingkat
pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan;
c.
di tingkat
pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;
d. di tingkat pertama dan terakhir mengenai
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
B.
Hakim dan Kepanitraan Pengadilan Hubungan Industrial
1.
Hakim Pengadilan Hubungan Industrial
Hakim
pada Pengadilan Hubungan Industrial terdiri dari hakim karier pada Pengadilan
Negeri yang ditugasi pada Pengadilan Hubungan Industrial dan Hakim Ad-Hoc,
yakni hakim yang pengangkatannya atas usul serikat pekerja/serikat buruh dan
organisasi pengusaha. Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri diangkat dan diberhentikan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung.
Hakim
Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial diangkat dengan Keputusan Presiden atas
usul Ketua Mahkamah Agung. Calon Hakim
Ad-Hoc diajukan oleh Ketua Mahkamah Agung dan nama yang disetujui oleh menteri
atas usul serikat pekerja/serikat buruh atau organisasi pengusaha.
Untuk
dapat diangkat menjadi Hakim Ad-Hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial dan
Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
Warga Negara
Indonesia,
b.
Bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa,
c.
Setia kepada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
d.
Berumur paling
rendah 30 (tiga puluh) tahun,
e.
Badan sehat
sesuai dengan keterangan dokter,
f.
Beribawa, jujur,
adil, dan berkelakuan tidak tercela,
g.
Berpendidikan
serendah-rendahnya Strata 1 (S1) kecuali bagi Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung
syarat pendidikan sarjana hukum, dan
h.
Berpengalaman di
bidang hubungan industrial minimal 5 (lima) tahun.
Hakim Ad-Hoc
tidak boleh merangkap jabatan sebagai:
a.
Anggota Lembaga
Tertinggi Negara,
b.
Kepala
Daerah/Kepala Wilayah,
c.
Lembaga
Legislatif Tingkat Daerah,
d.
Pegawai Negeri
Sipil,
e.
Anggota
TNI/Polri,
f.
Pengurus Partai
Politik,
g.
Pengacara,
h.
Mediator,
i.
Konsiliator,
j.
Arbiter, atau
k. Pengurus Serikat Pekerja, atau Pengurus Organisasi
Pengusaha.
Jika ada seorang Hakim Ad-Hoc yang
merangkap jabatan sebagaimana dimaksud di atas, maka jabatannya sebagai Hakim
Ad-Hoc dapat dibatalkan.
2.
Kepanitraan Pengadilan Hubungan Industrial
Kepaniteraan
dalam Pengadilan Hubungan Industrial diatur dalam pasal 74-80 UU PPHI. Dalam
pasal 74 ayat (1) UU PPHI menyatakan bahwa “setiap Pengadilan Negeri yang telah
ada Pengadilan Hubungan Industrial dibentuk Sub Kepaniteraan Pengadilan
Hubungan Industrial yang dipimpin oleh seorang Panitera Muda.” Dan ayat (2)
menyatakan bahwa “dalam melaksanakan tugasnya, Panitera Muda sebagai-mana
dimaksud dalam ayat dibantu oleh beberapa orang Panitera Pengganti.”
Sub Kepaniteraan
mempunyai tugas:
a.
Menyelenggarakan
administrasi Pengadilan Hubungan Industrial,
b.
Membuat daftar
semua perselisihan yang diterima dalam buku perkara.
Buku
Perkara sekurang-kurangnya memuat nomor urut, nama dan alamat para pihak, dan
jenis perselisihan. Sub-Kepaniteraan bertanggung jawab atas penyampaian
pemberitahuan putusan dan penyampaian salinan putusan.
Untuk pertama kali
Panitera Muda dan Panitera Pengganti Pengadilan Hubungan Industrial diangkat
dari Pegawai Negeri Sipil dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan. Ketentuan mengenai persyaratan, tata cara pengangkatan,
dan pemberhentian Panitera Muda dan Panitera Pengganti Pengadilan Hubungan
Industrial diatur lebih lanjut menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Panitera Pengganti bertugas mencatat jalannya persidangan dalam Berita
Acara. Berita tersebut, ditandatangani oleh Hakim, Hakim Ad-Hoc, dan Panitera
Pengganti.
C.
Mekanisme Pengadilan Hubungan Industrial
1.
Pengajuan Gugatan
Penyelesaian
perselisihan hubungan industrial oleh Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Umum dilakukan dengan pengajuan gugatan oleh salah satu pihak. HIR
dan Rbg hanya mengatur mengenai cara mengajukan gugatan, sedangkan persyaratan
mengenai isi dari gugatan tidak ada ketentuannya. Kekurangan ini diatasi oleh
adanya Pasal 119 HIR/Pasal 143 Rbg yang memberi wewenang kepada Ketua
Pengadilan Negeri untuk memberi nasihat dan bantuan kepada pihak penggugat
dalam mengajukan gugatan. Hal ini untuk menghindari gugatan yang kurang jelas
atau kurang lengkap. Ketentuan mengenai isi gugatan dapat dijumpai dalam Pasal
8 nomor 3 Rv yang menetapkan gugatan harus memuat; identitas para pihak, fundamentum petendi, dan tuntutan.
2.
Pemeriksaan dengan Acara Biasa
UU PPHI tidak mengatur
secara lengkap mengenai tata cara pemeriksaan di persidangan. Untuk itu sesuai
dengan ketentuan Pasal 57 UU PPHI yang menyebutkan bahwa hukum acara yang
berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah Hukum Acara Perdata, kecuali
yang diatur khusus dalam UU PPHI. Dengan demikian, terhadap hal-hal yang sudah
diatur dalam UU PPHI, maka yang berlaku adalah ketentuan dalam Undang-undang
yang bersangkutan, sedangkan terhadap hal-hal yang belum diatur berlaku
ketentuan dalam hukum acara perdata yakni HIR dan Rbg.
3.
Pemeriksaan dengan Acara Cepat
Apabila terdapat
kepentingan para pihak dan/atau salah satu pihak yang cukup mendesak yang harus
dapat disimpulkan dari alasan-alasan permohonan dari yang berkepentingan, para
pihak dan/atau salah satu pihak dapat memohon kepada Pengadilan Hubungan
Industrial supaya pemeriksaan sengketa dipercepat. Dalam jangka waktu 7 (tujuh)
hari kerja setelah diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau tidak
dikabulkan permohonannya tersebut. Terhadap penetapan tersebut tidak dapat
digunakan upaya hukum.
4.
Pembuktian
Pembuktian
merupakan proses yang sangat penting dalam persidangan untuk mengetahui
kebenaran dari apa yang dikemukakan para pihak dalam persidangan. Kebenaran
dari suatu peristiwa ini hanya dapat diperoleh pembuktian. Oleh karena itu,
untuk dapat menjatuhkan putusan yang adil, hakim harus mengetahui dan mengenal
peristiwa yang telah dibuktikan kebenarannya.
Kebenaran
yang dicari dalam acara perdata adalah kebenaran formil yang didasarkan pada
bukti-bukti formal. Alat-alat bukti
dalam Pasal 164 HIR jo. 284 Rbg jo. Pasal 1866 BW adalah:
·
Alat bukti
tertulis,
·
Saksi,
·
Persangkaan-persangkaan,
·
Pengakuan,
·
Sumpah,
·
Pemeriksaan
setempat, dan
·
Keterangan Ahli
5.
Putusan
Setelah
hakim mengetahui duduk perkara melalui proses pembuktian, perkara dianggap
selesai dan dilanjutkan dengan pembacaan putusan oleh hakim. Putusan hakim adalah
suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang
untuk itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau
menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.
Dalam
Pasal 100 UU PPHI disebutkan bahwa dalam mengambil putusan, Majelis Hakim
mepertimbangkan hukum, perjanjian yang ada, kebiasaan dan keadilan.
·
Hukum maksudnya
adalah hukum positif di bidang perburuhan/ketenagakerjaan
· Perjanjian yang
ada maksudnya adalah perjanjian kerja maupun perjanjian kerja bersama.
Perjanjian kerja adalah perjanjian yang dibuat antara pekerja dan pengusaha
atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para
pihak. Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil
perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja yang terdaftar
pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan
pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat
syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban kedua belah pihak. Sedangkan peraturan
perusahaan tidak termasuk dalam perjanjian, karena dibuat secara sepihak oleh
pengusaha yang berisikan tentang syarat-syarat kerja dan tata tertib
perusahaan.
· Kebiasaan
maksudnya adalah hukum tidak tertulis yang timbul dari praktik penyelenggaraan
hubungan kerja. Kebiasaan sebagai suumber hukum ini menjadi penting untuk
mengisi kekosongan hukum yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang ada maupun perjanjian yang dibuat para pihak.
· Keadilan yang
dimaksudkan di sini adalah sebagai penekanan dari dasar pertimbangan hakim yang
tidak hanya didasarkan pada hukum, perjanjian, tetapi juga kebiasaan yang dapat
melahirkan keadilan yang sesuai dengan nilai keadilan dalam masyarakat.
Putusan
Majelis Hakil dibacakan dalam siding terbuka untuk umum, dalam hal salah satu
pihak tidak hadir dalam persidangan, maka Ketua Majelis memerintahkan kepada
Panitera Pengganti untuk menyampaikan pemberitahuan putusan kepada pihak yang
tidak hadir tersebut.
Putusan
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri mengenai perselisihan
kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu
perusahaan merupakan putusan akhir dan bersifat tetap. Sedangkan putusan
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri mengenai perselisihan hak
dan perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mempunyai kekuatan hukum tetap
apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung dalam waktu
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari:
a.
Bagi pihak yang
hadir, terhitung sejak putusan dibacakan.
b. Bagi pihak yang tidak hadir, terhitung sejak
menerima pemberitahuan putusan.
6.
Pemeriksaan Tingkat Kasasi
Salah
satu pihak atau para pihak yang hendak mengajukan permohonan kasasi harus menyampaikan secara tertulis melalui
Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
setempat. Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung
sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi harus sudah menyampaikan berkas
perkara kepada Ketua Mahkamah Agung. Penyelesaian perselisihan hak atau
perselisihan pemutusan hubungan kerja pada Mahkamah Agung selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi.
Majelis Hakim Kasasi terdiri atas satu orang Hakim
Agung dan dua orang Hakim Ad-Hoc yang ditugasi memeriksa dan mengadili perkara
perselisihan hubungan industrial pada Mahkamah Agung yang ditetapkan oleh Ketua
Mahkamah Agung.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Buku
Husni Lalu,
“Penyelesaian Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan di Luar Pengadilan,”
PT. Raja Grafibdo, Jakarta, 2005.
Subiandini Sri,
“Aspek Hukum Hubungan Industrial,” PT. Hecca Mitra Utama, Jakarta, 2005.
No comments:
Post a Comment