1. Desentralisasi
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) menjelaskan pengertian desentralisasi yang terdapat pada Pasal 1 angka 7 yang menyebutkan bahwa “Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Sesuai dengan pengertiannya, desentralisasi dipahami bahwa otonomi daerah merupakan bagian yang melekat dari implementasi sistem desentralisasi. Dalam suatu negara yang menganut kebijakan desentralisasi, ditandai dengan adanya penyerahan sebagian urusan pemerintahan yang sebelumnya menjadi kewenangan pusat untuk menjadi kewenangan daerah.
Pada era reformasi
dewasa ini kita menerapkan pola otonomi luas, dimana daerah diberikan kewenangan
yang luas untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan yang menjadi
kepentingan masyarakat daerah. Dalam koridor
otonomi luas setidaknya terdapat 31 sektor pemerintahan yang merupakan urusan pemerintahan
yang didesentralisasikan ke daerah baik yang terkait dengan urusan yang
bersifat wajib untuk menyelenggarakan pelayanan dasar maupun urusan yang
bersifat pilihan untuk menyelenggarakan pengembangan sektor unggulan, dimana
pelaksanaannya berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Adapun urusan-urusan
pemerintahan pusat yang didesentralisasikan ke pemerintahan daerah yaitu :
a.
Pertama
Urusan
wajib yang meliputi pendidikan, pemuda dan olahraga, kesehatan, pekerjaan umum,
lingkungan hidup, perumahan, penanaman modal, UKM, kependudukan, tenaga kerja dan
transmigrasi, pemberdayaan perempuan, keluarga berencana, perhubungan,
komunikasi dan informasi (kominfo), pertanahan, kesatuan bangsa, pemberdayaan
masyarakat desa, sosial. Sedangkan urusan pilihan meliputi kelautan dan perikanan
laut, pertanian, perkebunan, peternakan, tanaman pangan, perikanan darat,
kehutanan, pertambangan, pariwisata dan kebudayaan, industri, perdagangan.
UU
No. 32 Tahun 2004 telah mengatur kriteria pembagian urusan yang dikerjakan bersama
oleh Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan menggunakan tiga kriteria yakni eksternalitas,
akuntabilitas dan efisiensi. Urusan pemerintahan Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota
tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut, pertama, pemerintah pusat
membuat aturan main dalam bentuk norma, standar dan prosedur untuk melaksanakan
suatu urusan pemerintahan; menegakkan aturan main dalam bentuk monitoring,
evaluasi dan supervisi agar urusan pemerintahan tersebut dilaksanakan dalam
koridor norma, standar, prosedur yang dibuat pusat; melakukan fasilitasi dalam
bentuk pemberdayaan/capacity building agar daerah mampu melaksanakan otonominya
dalam norma, standard dan prosedur yang dibuat pusat; melaksanakan
urusan-urusan pemerintahan yang berdampak nasional/lintas provinsi dan internasional.
b.
Kedua
Pemerintah
provinsi mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam skala provinsi (lintas
kabupaten/kota) sesuai norma, standar, prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah
pusat dan gubernur sebagai wakil pemerintahan di wilayah provinsi.
c.
Ketiga
Kabupaten/kota
mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dalam skala kabupaten/ kota
sesuai norma, standar dan prosedur yang ditetapkan pemerintah pusat. Walaupun
terdapat pembagian urusan pemerintahan antar tingkatan pemerintahan (pusat,
provinsi dan kabupaten / kota), namun tetap terdapat hubungan keterkaitan/interrelasi
dan ketergantungan/ interdependensi dalam pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
domain masing-masing sebagai satu kesatuan sistem.
2.
Dekonsentrasi
Pengertian
dekonsentrasi dalam UU No. 32 Tahun 2004 terdapat pada Pasal 1 angka 8 yang
berbunyi “Dekonsentrasi adalah pelimpahan
wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah
dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.” Adapun ciri-ciri
dari asas dekonsentrasi yaitu sebagai berikut:
a.
Merupakan suatu
pelimpahan wewenang
b.
Pelimpahan
wewenang yang secara vertikal
c. Yang dilimpahkan wewenang berstatus mewakili yang
mempunyai wewenang, sehingga yang dilimpahkan tidak memegang tanggung jawab
sendiri.
Oleh karena itu tidak semua urusan
pemerintahan dapat dikonsentrasikan. Menurut asas dekonsentrasi, segala urusan
yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat kepada pejabatnya didaerah tetap menjadi
tanggung jawab dari pemerintah pusat yang meliputi; kebijaksanaan, perencanaan,
pelaksanaan, pembiyaan, dan perangkat pelaksanaan.
Berbeda
dengan desentralisasi, dekonsentrasi mengatur mengenai pelimpahan wewenang
secara vertikal, misalnya pelimpahan wewenang Presiden ke Gubernur atau
pelimpahan wewenang Menteri Perhubungan kepada Dinas Perhubungan Provinsi. Pelaksanaan
asas dekonsentrasi diletakkan pada wilayah provinsi dalam kedudukannya sebagai
wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan yang
dilimpahkan kepada gubenur sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi.
Gubernur sebagai kepala daerah provinsi berfungsi pula selaku wakil Pemerintah
di daerah, dalam pengertian untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali
pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah kabupaten dan kota.
Dasar pertimbangan dan tujuan diselenggarakannya asas dekonsentrasi yaitu:
a.
terpeliharanya
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b.
terwujudnya
pelaksanaan kebijakan nasional dalam mengurangi kesenjangan antar daerah;
c.
terwujudnya
keserasian hubungan antar susunan pemerintahan dan antarpemerintahan di daerah;
d.
teridentifikasinya
potensi dan terpeliharanya keanekaragaman sosial budaya daerah;
e.
tercapainya
efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan, serta pengelolaan
pembangunan dan pelayanan terhadap kepentingan umum masyarakat; dan
f.
terciptanya
komunikasi sosial kemasyarakatan dan sosial budaya dalam sistem administrasi
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B.
Masalah Terhadap Desentralisasi dan Dekonsentrasi
Pelaksanaan
asas desentralisasi dapat dibilang sangat berguna terhadap pengelolaan pemerintahan
daerah. Namun, pelaksanaan asas desentralisasi masih dapat menimbulkan
masalah-masalah terhadap :
a.
Pembagian
kewenangan pusat dan daerah,
b.
Pemilu kepala
daerah,
c.
Pengembangan
aparatur daerah,
d.
Keuangan daerah,
e.
Pelayanan
publik,
f.
Peran Gubernur sebagai
wakil pemerintah pusat, dan
g.
Peraturan
daerah.
Sebenarnya dalam mengatasi
masalah-masalah diatas, telah diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004, hanya saja
yang menjadi permasalahan adalah pelaksanaannya. Penyerahan kewenangan
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, menjadikan kewenangan pemerintah
pusat terhadap pemerintahan daerah berkurang, sehingga dapat dijadikan celah. Begitupun
pada asas dekonsentrasi, masalah yang timbul juga terkadang ditimbulkan dari
pelaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentant Pemerintahan Daerah
Djohermansyah Djohan, “Kebijakan Desentralisasi
Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Di Indonesia” http://www.ditjen-otda.depdagri.go.id/index.php/component/content/article/479-kebijakan-desentralisasi-dalam-penyelenggaraan-pemerintahan-daerah-di-indonesia (diakses pada 16 Maret 2013)
Susieberindra, “Mencari Arah Desentralisasi” http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/01/07/02591582/mencari.arah.desentralisasi (diakses
pada 16 Maret 2013)
No comments:
Post a Comment